
Koalisi Jurnalis Bali mendesak Kepolisian Daerah Bali menindaklanjuti laporan wartawan Detikbali, Fabiola Dianira, yang menjadi korban intimidasi dan kekerasan diduga dilakukan aparat kepolisian saat meliput unjuk rasa di Lapangan Renon, Kota Denpasar, Sabtu (30/8) lalu.
“Kami berharap agar polisi walau melakukan pemeriksaan terhadap sesama polisi tetap objektif melihat setiap fakta,” kata Ketua Bidang Advokasi YLBHI-LBH Bali Ignatius Rhadite di Denpasar, Minggu.
Koalisi Jurnalis Bali merupakan gerakan solidaritas mendukung jurnalis yang menjadi korban tindakan intimidasi dan kekerasan oleh aparat kepolisian.
Koalisi ini kumpulan organisasi profesi jurnalis dan organisasi masyarakat sipil yang terdiri atas YLBHI-LBH Bali, AJI Kota Denpasar, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bali, Ikatan Wartawan Online (IWO) Bali, Ukhuwah Jurnalis Bali (UJB), dan PENA NTT.
“Pelaku dalam peristiwa ini turut mendapatkan pertanggungjawabannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tidak terjadi impunitas. Artinya, pelaku ini tidak dibiarkan lepas begitu saja, namun mendorong agar diberikan sanksi yang berat,” katanya.
Proses pelaporan kasus intimidasi dan kekerasan ini cukup alot karena Koalisi Jurnalis dan Fabiola Dianira selaku korban ingin kasus intimidasi dan kekerasan ini diproses menggunakan Undang-Undang Pers.
Tim kuasa hukum Fabiola Dianira dan teman-teman jurnalis yang mendampingi bolak balik dari SPKT ke Ditreskrimus Polda Bali untuk mendesak kasus ini bisa dijerat dengan UU Pers.
Laporan akhirnya diterima Polda Bali setelah memakan waktu hampir 12 jam, yakni mulai pukul 15.00 WITA sampai 02.14 WITA dengan nomor Laporan Polisi Nomor LP/B/636/IX/2025/SPKT/POLDA BALI tanggal 6 September 2025 dan Nomor LP/B/637/IX/2025/SPKT/POLDA BALI tanggal 7 September 2025.
Adapun pasal yang dilaporkan adalah Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP dan Pasal 4 ayat (2) dan/atau ayat (3) jo. Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 10 ayat (1) huruf d dan f; Pasal 12 huruf e dan g; dan Pasal 13 huruf m Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.
“Dalam hal ini melaporkan dugaan tindak pidana menghalang-halangi dan melakukan kekerasan terhadap aktivitas jurnalistik, pemaksaan dengan ancaman kekerasan atau kekerasan, serta sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses perangkat milik jurnalis serta pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh tiga orang personel Polri yang belum diketahui identitasnya,” kata Rhadite.
Rhadite menegaskan kasus ini penting diselesaikan secara hukum untuk memutus mata rantai kekerasan yang dilakukan polisi kepada jurnalis.
Rhadite berharap seluruh jurnalis yang turut menjadi korban tindak intimidasi dan kekerasan aparat kepolisian untuk melaporkan kasus ini.
Menurutnya, kasus ini perlu dilaporkan ke Polda Bali karena tindakan kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis merupakan bentuk pelanggaran serius baik terhadap demokrasi dan kerja-kerja jurnalistik yang telah dilindungi oleh UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
“Jadi, laporan ini menjadi upaya untuk menciptakan preseden. Kalau kita biarkan ke depan akan sangat mungkin terjadi kekerasan-kekerasan kepada kawan-kawan jurnalis,” katanya.